Membuka Kunci Dunia, Oleh Fadhlullah TM Daud, Wakil Bupati Pidie
Dinas Komunikasi, Informatika dan Persandian Kabupaten Pidie | Rabu, 21 Agustus 2019
Majalah Punch 4 Agustus 1920 menampilkan edisi khusus berupa kartun manusia berumur cukup tua dengan kepala berbentuk bola dunia yang memakai topi Hat, seperti topi yang sering dipakai Abraham Lincoln Presiden Amerika Serikat ke‑16. Di bawah karikatur tersebut tertulis kalimat "Saya hampir kehilangan harapan, tetapi pendapat kalian semua memberikan harapan baru bagi saya".
Edisi khusus majalah Punch mengacu pada Penyelenggaraan Jambore Pramuka Dunia (World Scout Jamboree) pertama dalam konteks setelah Perang Dunia I yang dilaksanakan dari tanggal 30 Juli‑8 Agustus 1920 di Olympia London, Inggris.
Pramuka singkatan dari praja muda karana, merupakan organisasi kepanduan yang tidak hanya popular di Indonesia, namun juga di kancah dunia. Baden Powell, sang bapak pandu dunia mengandaikan kegiatan kepanduan ini sebagai sarana pendidikan karakter melalui kegiatan yang menyenangkan. Di Indonesia, organisasi kepanduan ini sangat berperan penting dalam sejarah pergerakan nasional, baik sebelum maupun setelah kemerdekaan.
Keberadaan Pramuka adalah sebagai sarana untuk pembentukan karakter, karena dalam Pramuka siswa dilatih kerja sama, solidaritas, kemandirian, keberanian, dan tentunya kepemimpinan. Lebih lengkapnya Undang‑Undang No.12 Tahun 2010 pasal 8 meneyebutkan bahwa kurikulum kepramukaan memuat nilai‑nilai yang harus dikembangkan oleh segenap anggotanya.
Nilai‑nilai itu mencakup: keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, kecintaan pada alam dan sesama manusia, kecintaan pada tanah air dan bangsa, kedisiplinan, keberanian, kesetiaan, tolong‑menolong, bertanggung jawab, dapat dipercaya, jernih dalam berpikir, dan terampil. Oleh sebab itu, masuknya pendidikan Pramuka dalam struktur pendidikan dasar patut diapresiasi.
Keberadaan pendidikan Pramuka adalah sebagai penyeimbang kegiatan pembelajaran dalam kurikulum formal yang lebih berorientasi pada ranah kognitif (pengetahuan) dan psikomotorik (keterampilan). Kegiatan Pramuka ini dimaksudkan untuk membangun kecerdasan siswa pada ranah afektif (sikap dan perilaku), sehingga diyakini sebagai suatu bentuk kegiatan yang sangat efektif untuk memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa serta mendukung perdamaian global.
Jambore Dunia ke‑24
Jambore Pramuka Dunia ke‑24 berlokasi di The Summit Bechtel Reserve yang mempunyai luas area lebih dari 5.500 hektar dengan area hutan dan pegunungan berdekatan dengan Taman Nasional New River Gorge, West Virginia, Amerika Serikat, dari 22 Juli‑2 Agustus 2019. Jambore ini dilaksanakan dengan tema "Unlock A New World" atau "Membuka Kunci Dunia".
Jambore Pramuka Dunia ke‑24 diikuti lebih kurang 45 ribuan peserta (pramuka usia muda dan dewasa) dari 165 negara di seluruh dunia berkumpul berkemah bersama, menjelaskan tentang petualangan, budaya, dan persahabatan baru yang terjadi dari seluruh Pramuka di seluruh dunia selama 12 hari berkegiatan.
Selama pelaksanaan kegiatan jambore, ada beberapa lembaga tingkat dunia yang terlibat aktif dalam kemitraan mendiskusikan dan melaksanakan berbagai program di dunia. Di antaranya, Alwaleed Philanthropies yang menjadi mitra utama prakarsa Pramuka untuk SDGs, mendukung pengembangan kepramukaan di negara‑negara kerja sama teluk, dan juga membagi pengalaman membangun industri, inovasi dan infrastruktur yang berkelanjutan dan modern.
Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO) kemitraan Pramuka Internasional dalam Aliansi Global Pemuda bernama YUNGA, yang menawarkan lencana khusus bagi sukarelawan pada tema perang melawan kemiskinan di Lalmonirhat, Dhaka, Bangladesh.
Pusat Dialog Antaragama dan Antarbudaya King Abdullah bin Abdulaziz (KAICIID) dan Unicef menjadi mitra kunci dalam dialog untuk perdamaian selama pelaksanaan jambore. Dengan konsep memberdayakan kaum muda dengan alat yang diperlukan untuk mempromosikan dan mempraktikkan dialog dan pemahaman yang efektif lintas budaya, keterlibatan masyarakat, pemberdayaan pemuda dan pendidikan keterampilan hidup.
Kemudian ada juga UN Environment dan WWF yang menjadi mitra strategis dalam pendidikan lingkungan dan kesadaran, dari gerakan kampanye Cleanseas dan Earth Hour, hingga memastikan kaum muda mengetahui tantangan lingkungan yang dihadapi planet kita dan menawarkan kaum muda alternatif untuk menindaklanjuti masalah lingkungan hidup.
Sejak dilaksanakan pertama kalinya di Olympia London, ini adalah perhelatan ke‑24, setelah sebelumnya Jambore Pramuka Dunia ke‑23 dilaksanakan di Kirara‑hama, Yamaguchi, Jepang dari 28 Juli‑8 Agustus 2015 dengan tema "We: A Spirit of Unity".
Jambore Pramuka Dunia selalu meninggalkan kesan yang mendalam, terlebih ini kali pertama bagi saya visitor event Pramuka tingkat dunia. Saya bisa merasakan, jambore meninggalkan ruang kenangan besar dalam kehidupan seseorang ketika event ini berakhir. Setelah persiapan yang memakan waktu berbulan‑bulan, melihat langsung kepanduan dunia selama beberapa hari merupakan pengalaman yang luar biasa serta tak mungkin dilupakan begitu saja.
Begitu kuatnya ikatan yang terjalin, bahkan mantan Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki‑Moon memulai pidatonya pada acara penutupan Jambore Pramuka Dunia ke‑24 dengan bertanya, "Jika anda dapat melakukan ini (hidup harmonis di Jambore) selama 10 hari, mengapa tidak melakukannya untuk 100 hari? 1000 hari? dan kemudian tanpa terasa mencapai 1.000 tahun?".
Ban Ki‑Moon mengambil momentum ini untuk mengingatkan kita semua bahwa event ini bukan sekadar pertemuan yang berakhir dengan kenangan manis saja, melainkan sebagai awal dari sebuah misi bahwa setiap kita adalah warga dunia sejati. Warga dunia adalah mereka yang memposisikan posisi, sikap dan segala tindakannya bukan hanya sebagai anggota suatu bangsa, melainkan berperan dan bertindak sebagai anggota umat manusia.
Dengan melihat langsung pelaksanaan Jambore Pramuka di West Virginia, mungkin kita harus bersepakat untuk meninggalkan pendekatan‑pendekatan lama, menuju pada pendekatan baru yang lebih responsif terhadap perkembangan zaman. Kita harus mendidik adik‑adik Pramuka bukan saja pada latihan baris‑berbaris, cara membangun tenda, atau membuat simpul tali saja, akan tetapi juga harus memandu mereka dalam arus global citizenship ini. Dimanapun posisi mereka, apakah sebagai siaga,penggalang, penegak maupun pandega, peran dan kontribusi mereka adalah sebagai warga dunia.
Di akhir rangkaian pidato penutupan Jambore Pramuka Dunia ke‑24, tampil utusan PBB untuk pemuda, Jayathma Wickramayanake, yang berbicara tentang impiannya akan perdamaian global. "Untuk mewujudkan perdamaian abadi yang sejati bukan hanya melalui tindakan seorang presiden, perdana menteri, bahkan kanselir, melainkan kepemimpinan kaum muda yang maju mengambil tindakan".
Hal ini terinspirasi ketika dia menemui seorang wanita muda di sebuah kamp pengungsi Suriah yang membuatnya menangis karena berkata, "Ada ratusan alasan yang memecah belah kita, tetapi ada jutaan alasan yang menyatukan kita, kami yang muda di Suriah tak pernah menyerah".
Secara keseluruhan pesan Jayatma dirangkum dalam pernyataan penutupnya "Anda tidak harus menjadi seorang pahlawan super atau apapun namanya, seorang Pramuka dengan kacu di lehernya dapat mengubah dunia".
Pramuka selalu bergerak sebagai pembawa pesan perdamaian; karena kami yakin perdamaian tidak pernah bertahan karena kekuatan, melainkan dengan cara mempertemukan perbedaan untuk mencapai kesepahaman. Dirgahayu ke‑74 Republik Indonesia, Selamat Hari ke‑58 Pramuka, dan Selamat Hari Damai ke‑14 Aceh!