Kita Berharap, Pelamar Terpintarlah Yang Lulus

Dinas Komunikasi, Informatika dan Persandian Kabupaten Pidie | Jumat, 29 November 2019

Hingga 25 November 2019, jumlah pelamar CPNS di Aceh sudah mencapai 90.615 orang. Pelamar paling banyak di Kabupaten Pidie, mencapai 12.151 orang. Sedangkan yang paling sedikit di Kota Langsa, hanya 961 orang.

Angka tersebut berbanding lurus dengan jumlah formasi yang tersedia. Dari 3.424 formasi CPNS yang dibuka di Aceh tahun ini, formasi  terbanyak memang di Pemkab Pidie, yakni 404 formasi, sedangkan yang paling sedikit adalah Pemko Langsa, hanya 52 formasi.

Humas Badan Kepegawaian Negara (BKN), Diah Eka Palupi menyatakan bahwa statistik jumlah pelamar itu valid dan dibuat BKN berdasarkan input data pelamar dari Pemerintah Aceh dan 20 pemerintah kabupaten/kota lainnya di Aceh yang tahun ini menerima CPNS. Diah kembali mengulang bahwa dari 23 kabupaten/kota di Aceh, hanya tiga kabupaten, yakni Aceh Tengah, Aceh Tenggara, dan Gayo Lues yang tidak mengajukan kuota formasi CPNS.

Statistik jumlah pelamar CPNS versi BKN itu sekaligus menggambarkan tingkat persaingan di kalangan pelamar. Artinya, untuk bisa lulus, seorang pelamar harus mengalahkan sekian banyak saingannya.

Berdasarkan data yang ada terlihat bahwa persaingan paling ketat bakal dihadapi oleh para pelamar CPNS di Kabupaten Aceh Utara. Dengan pelamar yang mencapai 5.916 orang, sedangkan formasinya hanya 122, berarti tingkat persaingan di kabupaten ini rata-rata 48,49. Artinya, seorang pelamar bakal lulus jika mampu mengalahkan 47 orang kompetitornya. Tingkat persaingan paling rendah adalah Kota Sabang. Dengan jumlah pelamar yang hanya 1.148, sedang formasi 189, rata-rata tingkat persaingannya hanya 6,07. Artinya, seorang pelamar akan lulus jika mampu mengalahkan lima pesaingnya.

Di Provinsi Aceh pelamar mencapai 3.224, sedangkan formasinya 107. Tingkat persaingan di provinsi juga ketat, yakni 30,13. Perkiraan tingkat persaingan di kalangan pelamar itu bukanlah angka pasti, melainkan angka rata-rata. Bisa saja pada formasi tertentu di kabupaten/kota tertentu persaingannya lebih ketat karena formasi yang tersedia hanya satu, tetapi pelamarnya di atas 100 orang. Artinya, untuk lulus, seseorang harus mengalahkan 99 saingannya.

Terhadap rekruitment CPNS ini, ada dua hal yang ingin kita sampaikan. Pertama, pemerintah atau panitia nasional seleksi CPNS harus dapat menjamin bahwa pelamar yang lulus benar-benar objektif serta betul-betul berkualitas untuk menjadi PNS profesional yang kelak mampu memperbaiki kualitas pelayanan publik.

Kedua, ini peringatan dari seorang pakar administrasi negara bahwa pemerintah, khususnya pemerintah provinsi dan kabupaten/kota,  harus objektif dalam menyusun struktur organisasi tata kerja (SOTK) berdasar kebutuhan nyata di masyarakat, dan bukan mengikuti kehendak elite-elite birokrat. Eksekutif dan legislatif semestinya tegas dalam menata SOTK yang ramping strukturnya tapi kaya fungsi.

Peringatan itu disampaikan lantaran penambahan pegawai sama dengan penambahan beban bagi daerah. Jadi, jangan berpikir mengurangi pengangguran dengan rekruitmen CPNS. Terseok-seoknya anggaran pemerintah akibat beban belanja pegawai hendaknya menjadi peringatan keras bagi pemangku kepentingan di daerah untuk menata SOTK dengan postur yang lebih ramping dan responsif terhadap pelayanan publik.

“Berdasar penataan seperti itu diharapkan birokrasi mampu mewujudkan kinerja lebih baik. Sungguh aneh jika SOTK belum tertata baik, tapi permintaan kebutuhan pegawai terus disuarakan. Misal, bagaimana logikanya buru-buru mengaku kekurangan tenaga guru sementara penggabungan sekolah akibat kekurangan murid akan dilakukan? Idealnya, lakukan dulu penataan sekolah, baru akan ketahuan guru apa yang dibutuhkan dan berapa jumlahnya.

Dengan kata lain, sebenarnya masalah mendasar kepegawaian kita bukan pada kuantitas pegawai, tetapi persoalan kompetensi dan penataannya,” kata seorang pakar administrasi negara.